Pemerintah Politik Viral

Di Antara Konstitusi dan Titipan Politik: Kiamat bagi Demokrasi Konstitusional?

Ketika Konstitusi Hanya Menjadi Formalitas, Bukan Pilar Demokrasi

pesonakebun.com – Konstitusi seharusnya menjadi landasan utama dalam penyelenggaraan negara. Menurut Wakil Ketua MPR RI, Dr. Jazilul Fawaid, konstitusi harus diwujudkan secara substantif di dalam praktik demokrasi Indonesia, bukan sekadar menjadi kata indah tanpa makna nyata. Konstitusionalisme mengajarkan demokrasi berdasarkan membatasi kekuasaan negara dan menegakkan supremasi hukum. Namun ketika proses politik dan kebijakan lebih dikendalikan oleh kekuatan partisan atau elit, konstitusi bisa terkikis menjadi formalitas kosong.

Berjalan di antara keduanya inilah pusat dilema demokrasi Indonesia: apakah pemilu, legislasi, dan penegakan hukum dilakukan secara konsisten dengan nilai dasar konstitusi, ataukah hanya menjadi panggung politik transaksional yang dipengaruhi modal dan intervensi elit?

Titipan Politik — Ketika Poin Ideal Konstitusi Tergerus oleh Konfigurasi Politik Praktis

Penelitian menunjukkan bahwa pasca reformasi, koalisi dalam politik Indonesia lebih berlandaskan kepentingan pragmatis daripada ideologi. Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 memang menyatakan bahwa sistem koalisi itu konstitusional, tetapi realitas menunjukkan partai politik sering membentuk koalisi tanpa kesamaan visi, hanya untuk mencapai ambang batas parlemen

Lebih jauh, konfigurasi politik telah lama memunculkan praktik titipan — calon legislatif atau pejabat yang bukan dihasilkan dari kompetisi merit, tapi karena hubungan, modal, dan pengaruh. Hal ini bisa menjauhkan proses demokrasi dari ideal konstitusional, berbalik jadi permainan elit.

Dampak Titipan Politik terhadap Produk Hukum dan Penegakan Konstitusional

Akibat logika titipan politik, memungkinkan munculnya produk hukum yang tidak lepas dari bayang-bayang kepentingan politik. Contohnya adalah wacana pengembalian GBHN atau memperkuat DPD RI—meski terkesan berbasis konstitusi, banyak pihak menilai ini sebagai manuver politik yang bisa mengubah keseimbangan kekuasaan secara praktis.

Saat demokrasi bergeser menjadi ‘politik titipan’, institusi penegakan konstitusi seperti MK juga bisa terpengaruh, entah melalui pemilihan hakim yang menyasar loyalitas politik atau penafsiran kontekstual yang memilih aman dari arus politik.

Penutup

Kesimpulan

Di antara konstitusi dan titipan politik, demokrasi Indonesia menghadapi dilema: apakah hukum dasar tetap menjadi fondasi prinsipil praktik politik bangsa, ataukah ia hanya menjadi atribut dekoratif yang mudah dilupakan saat kuasa dan uang masuk panggung?

Harapan ke Depan

Untuk mengembalikan demokrasi yang substantif, masyarakat dan tokoh adat perlu memperkuat budaya konstitusional—menuntut transparansi, akuntabilitas, dan produktivitas hukum berdasarkan nilai-nilai dasar. Tanpa itu, risikonya demokrasi kita hanyalah demokrasi bayangan—berpura-pura merdeka namun dijalankan oleh kepentingan sembunyi.