BRIN Ungkap Jejak Tsunami Raksasa di Selatan Jawa, Bahwa Itu Bukan Sekadar Kisah Purba
pesonakebun.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) menemukan lapisan sedimen purba—yang berasal dari tsunami raksasa—terbentang di pesisir selatan Pulau Jawa. Sedimen ini ditemukan di Lebak, Pangandaran, dan Kulon Progo, menunjukkan tsunami besar terjadi sekitar 1.800 tahun lalu. Studi lebih lanjut mengungkap bahwa tsunami raksasa juga terjadi di masa lain: sekitar 3.000 tahun, 1.000 tahun, dan 400 tahun silam.
Penemuan ini menegaskan bahwa tsunami besar di pesisir selatan Jawa bersifat berulang, dengan periode siklus sekitar 600–800 tahun. Artinya, bukan soal apakah tsunami besar akan terjadi, tetapi kapan. Mengingat infrastruktur dan populasi pesisir semakin berkembang, pesan mitigasi ini tidak boleh diabaikan.
Ancaman Megathrust: Potensi Tsunami 20–34 Meter Masih Nyata
Menurut riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB), zona megathrust di selatan Jawa dapat menghasilkan gempa berkekuatan M8,5 hingga M9,1. Jika pecah, gempa ini berpotensi memicu tsunami setinggi 20 meter di pesisir Jawa Barat, dan 12 meter di Jawa Timur. Gelombang tsunami bisa menjalar hingga Jakarta dalam waktu sekitar 2,5 jam.
Untuk skenario ekstrem, simulasi menunjukkan tsunami maksimum bisa mencapai 34 meter di pantai selatan Jawa Barat, terutama dekat Ujung Kulon, jika segmen megathrust pecah secara bersamaan. Data dari sejarah modern, seperti Tsunami Pangandaran tahun 2006, menunjukkan gelombang dengan ketinggian hingga 21 meter—semuanya menjadi bantahan bahwa skenario ini hanyalah teori belaka.
Mitigasi: Bukan Panik, tapi Siap Siaga
Selatan Jawa memang berada di salah satu zona seismik paling aktif di dunia—Pada segmen megathrust ketiga, potensi tsunami sangat tinggi. Sejarah mencatat tsunami dan gempa besar pernah melanda Pantai Pacitan (1859), Pavandaran (1921), dan masih banyak lagi.
Sebagai langkah mitigasi, Indonesia telah mengembangkan InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), lengkap dengan jaringan tide gauges, seismograf, EWS sirine tsunami, sistem jalur evakuasi, dan pemetaan zona rawan. Namun, informasi ini harus disertai edukasi publik: jalur evakuasi, rambu evakuasi, pelatihan evakuasi (drill), serta pembangunan bangunan tahan gempa menjadi krusial.
Menurut BMKG, teknologi belum mampu memprediksi kapan gempa besar terjadi. Itu sebabnya mitigasi menjadi prioritas—agar ketika alam memberi isyarat, masyarakat bisa merespons cepat dan tepat.
Ringkasan & Rekomendasi: Jangan Panik, Tapi Mulai Bertindak
Kesimpulan – Jejak Tsunami Purba Ini Peringatan Nyata
Data dari BRIN membuktikan bahwa tsunami raksasa pernah mengguncang selatan Jawa berulang kali dalam sejarah panjang—dengan siklus sekitar 600–800 tahun. Risiko terulangnya tsunami serupa bukan sekadar mitos—itu tinggal menunggu waktu.
Ditambah fakta bahwa zona megathrust berpotensi menciptakan tsunami setinggi 20–34 meter, dan sejarah modern menyaksikan kerusakan serius bahkan dari tsunami gempa M7,7, kewaspadaan bukan lagi pilihan—melainkan kebutuhan.
Rekomendasi – Siapkan Diri dan Kebijakan Berlandaskan Fakta
Semua pihak—pemerintah, pembuat kebijakan, dan masyarakat—harus bersinergi untuk memperkuat mitigasi tsunami. Edukasi kebencanaan harus masuk kurikulum sekolah, dipraktikkan lewat simulasi, dan terpadu di setiap lapisan masyarakat. Infrastruktur penting (bandara, pelabuhan, hotel) di pesisir harus dibangun dengan risk-based planning. Mitigasi bukan menebar ketakutan, tapi menjaga asa, dengan ilmu dan kesiapsiagaan sebagai benteng utama.